Asalamualaikum ............... bagi orang beragama islam dan selamat datang bagi orang selain beragama islam.
A. Definisi Drama
Drama adalah satu bentuk karya
sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Kosakata
ini berasal dari Bahasa Yunani yang berarti "aksi",
"perbuatan". Drama bisa diwujudkan
dengan berbagai media: di atas panggung, film, dan atau televisi. Drama juga terkadang
dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana sebuah opera.Di Indonesia,
pertunjukan sejenis drama mempunyai istilah yang bermacam-macam. Seperti:
Wayang orang, ketoprak, ludruk (di Jawa Tengah dan Jawa Timur), lenong
(Betawi),randai (minang), reog (Jawa Barat), rangda (Bali) dan sebagainya.
Sebuah karya sastra yang bercerita
terbagi atas dua; tutur dan tulis. Jika cerita-cerita prosa seperti
legenda dan dongeng lahir dari sastra tutur kemudian dituliskan, drama
adalahkebalikannya, yakni dituliskan dahulu, beru kemudian
dituturkan/diperankan. Drama dipertontonkan
guna mencapai estetik implementasi. Artinya, ia harus diawali dari
tulisan,kemudian diceritakan melalui penggunaan medium seni yang disebut dengan
panggung.Cerita drama yang sudah dipanggungkan disebut dengan teater.
Oleh karena itu, pembicaraan drama kerap
dikaitkan dengan teater. Tak ayal, terkadang orang menyebut drama sebagaiteater
dan sebaliknya, teater dikatakan dengan drama. Sejatinya, kedua hal ini tetap
berbeda.Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini.Drama
Teater naskah
Pertunjukan penokohan tokoh/
actor teks Interteks/Pementasan dari teksPenulis sutradaraDari tabel di
atas jelas bahwa dikatakan dia sebagai drama karena masih berupanaskah (di atas
kertas). Artinya, drama adalah naskah yang akan dilakonkan.Secara sederhana,
drama dapat dibagi menjadi beberapa bentuk. Pembagian secaraumum di bawah ini
ditinjau dari cerita dan gaya berceritanya.
B. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2002). Unsur-unsur inilah
yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang
secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik
sebuah drama adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun
cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah
drana berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca,
unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah naskah
drama. Unsur yang dimaksud untuk menyebut sebagian saja, misalnya: 1) judul; 2)
tema; 3) plot atau alur ; 4) tokoh cerita dan perwatakan; 5) dialog; 6)
konflik; dan 7)latar.
1. Judul
Judul adalah kepala karangan atau nama yang
dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan isi buku
tersebut. Judul suatu karya (buku) drama juga merupakan kunci untuk melihat
keseluruhan makna drama. Judul isi karangan selalu berkaitan erat. Drama
sebagai karya sastra dan merupakan cabang sini tergolong sebagai karya fiksi.
Sugiarta dalam Sudjarwadi (2004) menjelaskan, judul pada karya fiksi bersifat
manasuka, dapat diambil dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam cerita,
dengan syarat sebaiknya melambangkan isi cerita untuk menarik perhatian.
Judul karangan seringkali berfungsi menunjukan
unsur-unsur tertentu dari karya sastra, misalnya :
- Dapat menunjukan tokoh utama
- Dapat menunjukan alur atau waktu
- Dapat menunjukan objek yang dikemukakan dalam suatu cerita
- Dapat mengidentifikasi keadaan atau suasana cerita
- Dapat mengandung beberapa pengertian
2. Tema
Tema adalah ide yang mendasari cerita sehingga
berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang
diciptakannya Tema dikembangkan dan ditulis pengarang dengan bahasa yang
indah sehingga menghasilkan karya sastra atau drama. Tema merupakan ide pusat
atau pikiran pusat, arti dan tujuan cerita, pokok pikiran dalam karya sastra,
gagasan sentral yang menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber
konflik-konflik.
Jika dikaitkan dengan dunia pengarang, tema
adalah pokok pikiran didalam dunia pengarang. Setiap karya sastra (fiksi) telah
mengandung atau menawarkan tema. Tema mengikat pengembangan cerita. Tema juga
sebagai premis artinya rumusan inti sari yang merupakan landasan untuk
menentukan tujuan dan arah cerita. Menurut Nurgiyantoro (1995), tema dibagi
dua, yaitu tema mayor ( tema pokok cerita yang menjadi dasar karya sastra itu)
dan tema minor (tema tambahan yang menguatkan tema mayor).
3. Plot atau alur
Menurut Sudjarwadi (2005), plot atau alur dalam
drama tidak jauh berbeda dengan plot atau alur dalam prosa fiksi. Dalam drama
juga mengenal tahapan plot yang dimulai dari tahapan permulaan, tahapan
pertikaian, tahapan perumitan, tahapan puncak, tahapan peleraian, dan tahapan
akhir. Hanya saja dalam drama plot atau alur itu dibagi menjadi babak-babak dan
adegan-adegan.
Babak adalah bagian dari plot atau alur dalam
sebuah drama yang ditandai oleh perubahan setting atau latar. Sedangkan adegan
merupan babak yang ditandai oleh perubahan jumlah tokoh ataupun perubahan yang
dibicarakan.
4. Tokoh cerita dan perwatakan
Tokoh cerita adalah individu rekaan yang
mengalami peristiwa dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh cerita dapat berupa
manusia, binatang, makhluk lain seperti malaikat, dewi-dewi, bidadari, setan
atau iblis, jin, setan, sikuman, roh, dan benda-benda yang diinsankan. Tokoh
dalam karya sastra memiliki perwatakan. Adanya watak yang berbeda-beda
menyebabkan timbulnya peristiwa atau konflik yang membuat cerita semakin
menarik. Berdasarkan segi peran atau tingkat pentingnya tokoh dalam suatu
cerita dibedakan menjadi dua bagian. Yaitu central character (tokoh
utama) dan peripheral character (tokoh tambahan). Ada dua macam tokoh,
yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan
penderitaannya dalam suatu karya sastra (drama).
Ada tiga kriteria untuk menentukan tokoh utama, yaitu :
- Mencari tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lain.
- Mencari tokoh yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan
- Melihat intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa yang membangun cerita (tema)
Berdasarkan fungsinya dalam drama, tokoh cerita
ada empat macam, yaitu tokoh protagonis, antagonis, tritagonis, dan peran
pembantu. Ada pula pendapat lain, bahwa ada tiga macam tokoh cerita, yaitu
tokoh utama, tokoh pendamping, dan tokoh tambahan. Berdasarkan wataknya, tokoh
cerita dibedakan menjadi dau jenis, yaitu flat character (tidak
mengalami perubahan) dan round character (mengalami perubahan).
5. Teknik Dialog
Teknik dialog sangat penting di dalam drama.
Dialog merupakan ciri khas suatu karya drama. Adanya teknik dialog secara
visual membedakan karya drama dengan yang lain, yaitu puisi dan prosa. Dialog
ada juga di dalam puisi dan prosa, tetapi tidak semutlak di dalam drama. Dialog
di dalam drama tidak boleh diabaikan karena pada dasarnya drama merupakan
dialog para tokoh cerita. Dialog adalah percakapan tokoh cerita. Dalam struktur
lakon, dialog dapat ditinjau dari segi estetis dan segi teknis. Dari segi
estetis, dialog merupakan faktor literer dan filosofis yang mempengaruhi
struktur keindahan lakon. Dari segi teknis, dialog biasanya diberi catatan
pengucapan yang ditulis dalam tanda kurung. Dialog melancarkan cerita atau
lakon. Dialog mencerminkan pikiran tokoh cerita. Dialog mengungkapkan watak
para tokoh cerita. Dialog merupakan hubungan tokoh yang satu dengan tokoh yang
lain. Dialog berfungsi menghubungkan tokoh yang satu dengan tokoh yang lain.
Dialog juga berfungsi menggerakan cerita dan melihat watak atau kepribadian
tokoh cerita.
Ada dua macam tenik dialog, yaitu monolog dan
konversi (percakapan). Ada juga teknik dialog dalam bentuk prolog dan epilog.
Prolog berarti pembukaan atau peristiwa pendahuluan yang diucapakan pemeran
utama dalam sandiwara. Epilog berarti bagian penutup pada karya drama untuk
menyampaikan atau menafsirkan maksud karya drama tersebut.
6. Konflik
Konflik adalah pertentangan. Tokoh cerita dapat
mengalami konflik, baik konflik dengan diri sendiri, dengan orang / pihak lain,
maupun dengan lingkungan alam. Seperti halnya biasa, tokoh cerita dalam drama
juga mengalami konflik. Konflik dapat membentuk rangkaian peristiwa yang memiliki
hubungan kausalitet. Konflik di dalam karya drama dapat menimbulkan atau
menambah nilai estetik. Tanpa konflik antar tokoh cerita, suatu karya drama
terasa monoton, akibatnya pembaca atau penonton drama menjadi bosan.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa konflik
dibagi menjadi dua bagian, yaitu konflik eksternal dan internal. Ada juga
pendapat lain yang menyatakan bahwa konflik ada tiga macam, yaitu konflik
mental (batin), konflik sosial, dan konflik fisik. Konflik mental (batin)
adalah konflik atau pertentangan antara seseorang dengan batin atau wataknya.
Konflik sosial adalah konflik antara seseorang dengan masyarakatnya, atau
dengan orang / pihak lain. Konflik fisik adalah konflik antara seseorang dengan
kekuatan diluar dirinya, misalnya dengan alam yang ganas, cuaca buruk,
lingkungan yang kumuh, pergaulan yang salah. Konflik merupakan kunci untuk
menemukan alur cerita. Dengan adanya konflik, maka cerita dapat berlangsung.
Konflik berkaitan dengan unsure intriksik yang lain, seperti tokoh, tema latar,
dan tipe drama. Konflik dapat menggambarkan adanya tipe drama.
7. Latar
Latar merupakan unsur struktural yang sangat
penting. Latar di dalam lakon atau crita drama harus mendukung para tokoh
cerita dan tindakannya. Pengarang tentu membuat latar membuat latar yang tepat
demi keberj\hasilan dan keindahan struktur drama. Penggunaan latar yang
berhasil juga menentukan keberhasilan suatu karya drama. Penyaji latar yang
tepat dapat menciptakan warna kedaerahan yang kuat sehingga dapat menghidupkan
carita. Latar adalah lingkungan tempat berlangsungnya peristiwa yang dapat
dilihat, termasuk di dalamnya aspek waktu, iklim, dan periode sejarah. Latar
mendukung dan menguatkan tindakan tokoh-tokoh cerita. Latar memberikan pijakan
cerita dan kesan realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu
yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995).
Fungsi latar yaitu:
1. menggambarkan situasi
2. proyeksi keadaan batin para tokoh cerita
3. menjadi metafor keadaan emosional dan spiritual tokoh cerita
4. menciptakan suasana
Unsur-unsur latar yaitu:
- letak geografis
- kedudukan / pekerjaan sehari-hari tokoh cerita
- waktu terjadinya peristiwa
- lingkungan tokoh cerita
Aspek latar berdasarkan fungsinya mencakup:
- tempat terjadinya peristiwa
- lingkungan kehidupan
- sistem kehidupan
- alat-alat atau benda-benda
- waktu terjadinya peristiwa
8. Amanat
Menurut Akhmad Saliman (1996 :
67) amanat adalah segala sesuatu yang ingin disampaikan pengarang, yang ingin ditanakannya
secara tidak langsung ke dalam benak para penonton dramanya.
Harimurti Kridalaksana (183) berpendapat amanat
merupakan keseluruhan makna konsep, makna wacana, isi konsep, makna wacana, dan
perasaan yang hendak disampaikan untuk dimengerti dan diterima orang lain yang
digagas atau ditujunya.
Amanat di dalam drama ada yang langsung
tersurat, tetapi pada umumnya sengaja disembunyikan secara tersirat oleh
penulis naskah drama yang bersangkutan. Hanya pentonton yang profesional aja
yang mampu menemukan amanat implisit tersebut.
9. Bahasa
Menurut Akhmad Saliman (1996 : 68), bahasa yang
digunakan dalam drama sengaja dipilih pengarang dengan titik berat fungsinya
sebagai sarana komunikasi.
Setiap penulis drama mempunyai gaya sendiri
dalam mengolah kosa kata sebagai sarana untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaannya. Selain berkaitan dengan pemilihan kosa kata, bahasa juga berkaitan
dengan pemilihan gaya bahasa (style).
Bahasa yang dipilih pengarang untuk kemudian
dipakai dalam naskah drama tulisannya pada umumnya adalah bahasa yang mudah
dimengerti (bersifat komunikatif), yakni ragam bahasa yang dipakai dalam
kehidupan kesehatian. Bahasa yang berkaitan dengan situasi lingkungan, sosial
budyaa, dan pendidikan.
Bahasa yang dipakai dipilih sedemikian rupa
dengan tujuan untuk menghidupkan cerita drama, dan menghidupkan dialog-dialog
yang terjadi di antara para tokoh ceritanya. Demi pertimbangan komunikatif ini
seorang pengarang drama tidak jarang sengaja mengabaikan aturan aturan yang ada
dalam tata bahasa baku.
C. Unsur Ekstrinsik
Menurut Tjahyono (1985), unsur ekstrinsik
karya sastra adalah hal-hal yang berada di luar struktur karya sastra, namun
amat mempengaruhi karya sastra tersebut. Misalnya faktor-faktor sosial politik
saat karya tersebut diciptakan, faktor ekonomi, faktor latar belakang kehidupan
pengarang, dan sebagainya. Mengutip pernyataan Wellek dan Warren, Tjahyono
menjelaskan pengkajian terhadap unsur ekstrinsik karya sastra mencakup empat
hal. Salah satunya adalah mengkaji hubungan sastra dengan aspek-aspek politik,
sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan. Bahwa situasi sosial politik ataupun
realita budaya tertentu akan sangat berpengaruh terhadap karya sastra tersebut.
Unsur yang membangun karya sastra berdasarkan
pendekatan struktural meliputi unsur intrinsik dan ekstrinsik. Pembahasan kali
ini akan dikhususkan pada unsur ekstrinsik karya sastra, khususnya prosa.
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada
di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau
sistem organisme karya sastra. Secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa
unsur ekstrinsik berperan sebagai unsur yang mempengaruhi bagun sebuah cerita.
Oleh karena itu, unsur esktrinsik karya sastra harus tetap dipandang sebagai
sesuatu yang penting.
Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur
ekstrinsik pun terdiri atas beberapa unsur. Menurut Wellek & Warren (1956),
bagian yang termasuk unsur ekstrinsik tersebut adalah sebagai berikut:
·
Keadaan
subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan
hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya.
·
Keadaan psikologis, baik psikologis pengarang, psikologis pembaca, maupun
penerapan prinsip psikologis dalam karya.
·
Keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi, sosial, dan politik.
·
Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama, dan
sebagainya.
·
Latar
belakang kehidupan pengarang sebagai bagian dari unsur ekstrinsik sangat
mempengaruhi karya sastra. Misalnya, pengarang yang berlatar belakang budaya daerah
tertentu, secara disadari atau tidak, akan memasukkan unsur budaya tersebut ke
dalam karya sastra.
Menurut Malinowski, yang
termasuk unsur budaya adalah bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian,
organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian. Unsur-usnru
tersebut menjadi pendukung karya sastra. Sebagai contoh, novel Siti Nurbaya
sangat kental dengan budaya Minangkabau. Hal ini sesuai dengan latar belakang
pengarangnya, Marah Rusli, yang berasal dari daerah Minangkabau. Begitu pula
novel Upacara karya Korrie Layun Rampan yang dilatarbelakangi budaya Dayak
Kalimantan karena pengarangnya berasal dari daerah Kalimantan.
Begitu pula dalam Novel
Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis, kita akan menemukan unsur intrinsik
berupa nilai-nilai budaya. Terutama, yang berkaitan dengan sistem mata
pencaharian, sistem teknologi, religi, dan kesenian. Mata pencaharian yang
ditekuni para tokoh dalam novel tersebut sebagai pencari damar dan rotan di
hutan. Alat yang digunakan masih tradisional.
Selain budaya, latar belakang
keagamaan atau religiusitas pengarang juga dapat memengaruhi karya sastra.
Misalnya, Achdiat Kartamihardja dalam novel Atheis dan Manifesto Khalifatullah,
Danarto dalam novel Kubah, atau Habiburahman El-Shirazi dalam Ayat-Ayat Cinta
dan Ketika Cinta Bertasbih.
Latar belakang kehidupan
pengarang juga menjadi penting dalam memengaruhi karya sastra. Sastrawan yang
hidup di perdesaan akan selalu menggambarkan kehidupan masyarakat desa dengan
segala permasalahannya. Misalnya, dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad
Tohari.
Dengan demikian, unsur
ekstrinsik tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari bangunan karya
sastra. Unsur ekatrinsik memberikan warna dan rasa terhadap karya sastra yang
pada akhirnya dapat diinterpretasikan sebagai makna. Unsur-unsur ektrinsik yang
mempengaruhi karya dapat juga dijadikan potret realitas objektif pada saat
karya tersebut lahir. Sehingga, kita sebagai pembaca dapat memahami keadaan
masyarakat dan suasana psikologis pengarang pada saat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar